6 Perkakas Menulis Novel Ala Evi Sri Rezeki

Sebuah buku selalu mengandung tuah dan rahasia (Babad Kopi Parahyangan, hal 44)

Kutipan tersebut disampaikan Evi Sri Rezeki saat berbagi cara menulis novel pada sesi Rabu Buku IIDN, tanggal 1 April 2020. Malam itu Evi membeberkan beberapa perkakas dalam menulis novel.

Apa sajakah perkakas itu?

Sebelum mengulas perkakas yang diperlukan dalam menulis novel Babad Kopi Parahyangan, Evi memulainya dengan sebuah pertanyaan, untuk apa kita menulis? Simpan dan catat jawabannya dalam benak agar dapat menguatkan kita ketika ada gangguan atau rintangan yang terjadi di tengah perjalanan menulis novel.

Berikut 6 perkakas yang perlu disiapkan untuk menulis novel secara matang.

  1. Tema dan Premis

Tema adalah inti dari cerita yang menyimpulkan dalam satu kata, misalnya kesepian, kematian, cinta, pengkhianatan, persahabatan, dan lain-lain. Sedangkan premis adalah konsep dasar yang menggerakkan alur cerita.

Contoh premis novel Babad Kopi Parahyangan:

Karim bertekad menjadi bandar dagang kopi ternama di Parahyangan pada masa tanam paksa. Di dalam premis tersebut mengandung tokoh utama, tujuan tokoh, dan tantangan.

  1. Tokoh dan Karakter

Ada 3 penokohan dalam novel, yaitu protagonis, antagonis, dan titragonis. Protagonis adalah tokoh utama dan antagonis adalah lawan dari tokoh utama. Protagonis tidak selalu digambarkan sebagai si baik hati. Begitu juga dengan antagonis, tidak selalu jahat.

Titragonis, yaitu tokoh yang dianggap netral atau sebagai pihak pelerai. Tokoh ini bisa jadi berpihak pada antagonis atau protagonis. Dalam novel Babad Kopi Parahyangan ada tokoh bernama Kang Asep yang mencoba melerai perseteruan antara Karim dan Satria.

Agar tokoh dalam novel terasa hidup, kita harus mendesain penokohannya atau mendesain karakter. Dalam desain karakter, kita berperan sebagai pencipta yang sebisa mungkin mengenali tokoh sampai detail terkecilnya. Buatlah draf desain karakter, seperti nama lengkap, usia, nama panggilan, alamat, gambaran fisiknya, cara bicara, tingkah laku, kebiasaan, masa lalu, latar belakang keluarga, dan nilai-nilai hidup yang dipegang tokoh secara detail.

Contoh desain karakter:

Karim berasal dari darek, daerah adat di Minang, Sumatra Barat. Kulitnya kuning, tingginya 170 cm, berkumis dan berjambang tipis, dst. Karim suka berpetualang, ambisi tinggi, cerdik, dan mudah marah.

Informasi dalam desain karakter akan membantu kita dalam menyusun novel. Tokoh itu yang akan menggerakkan cerita. Sebuah cerita terbentuk dari tokoh yang diberi kondisi, tantangan, atau konflik.

  1. Plot

Plot merupakan alur cerita. Plot bisa berupa plot maju, mundur, atau maju mundur. Dalam novel Babad Kopi Parahyangan, plot yang digunakan plot maju mundur. Dibuka dengan prolog tahun 2016 kemudian mundur ke tahun 1869 dan ditutup tahun 2016. Pemilihan plot ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan cerita kita.

  1. Konflik

Penataan konflik dibagi menjadi titik-titik penting yang menggerakkan aksi dalam sebuah cerita (konflik mayor).

Konflik pertama adalah suatu kecelakaan yang menggerakkan peristiwa.

Contoh:

Karim ditolak cintanya oleh Uni Fatimah. Karim bertemu dengan Si Pelaut yang bercerita tentang kopi Parahyangan. Karim ingin ke Parahyangan.

Konflik kedua adalah konflik dan konsekuensinya.

Contoh:

Karim sampai ke Parahyangan yang ternyata sedang dalam kondisi sistem tanam paksa.

Konflik ketiga merupakan konflik yang mendekati klimaks. Lalu datang konflik selanjutnya.

Konflik empat adalah penyelesaian.

Dalam menata konflik, kita harus membuat timeline, seperti yang tertuang dalam gambar.

Timeline tidak sama dengan outline, tetapi timeline adalah bagian dari outline. Timeline dibagi menjadi 3, yaitu backstory, tabungan cerita, dan mulai cerita.

Backstory merupakan segala sesuatu yang menghasilkan konflik pertama sebagai suatu kecelakaan yang menggerakkan peristiwa—alasan peristiwa bergerak.

Contoh:

Kenikir diwasiati Bapaknya untuk mendatangi Khapi. Bapaknya yang telah membuat kedai dan perkebunan kopi keluarga Khapi bangkrut.

Tabungan cerita adalah masa lalu yang dibuka secara perlahan.

Contoh:

Bagaimana peristiwa kebangkrutan kedai dan perkebunan kopi.

Memulai cerita dari kejadian konflik, saat peristiwa bergerak.

Contoh:

Kenikir datang ke kedai kopi Khapi dan mendapat perlakuan menyebalkan.

Semua cerita yang dimulai dengan tokoh utama (protagonis) memiliki satu tujuan jangka panjang dan satu atau lebih tujuan jangka pendek. Seorang protagonis menginginkan sesuatu sehingga target membuat cerita menjadi terfokus dan terencana.

Dengan menciptakan masalah, konflik bisa lahir. Tanpa masalah, cerita menjadi datar. Masalah hadir untuk membangun karakter dan melancarkan perjalanan alur cerita.

Di sebuah novel, kita harus menciptakan masa bahagia atau damai bagi tokohnya agar pembaca tidak merasa lelah dan cerita lebih realistis.

  1. Setting

Ada beberapa elemen dalam setting cerita, seperti lokasi, tahun, hari, jam, mood dan atmosfer, cuaca, alam, setting buatan manusia (bangunan, dll), sejarah, keadaan sosial/budaya/politik, populasi, dan keturunan/nenek moyang.

Contoh mood dan atmosfer:

Bila Batavia serupa Sang Ratu yang molek dan menjunjung tinggi-tinggi dagunya, Bandoeng seperti Dewi Kahyangan yang lugu dan simpatik. Ibukota Karesidenan Parahyangan sekaligus ibu kota Kabupaten Bandoeng itu tidak terlalu ramai dan cenderung sendu.

Tips membangun setting agar pembaca dapat membayangkannya saat membaca, yaitu pertama, petakan setting novelmu.

Contoh peta untuk Babad Kopi Parahyangan:

Sumatera Barat-Samudera Hindia-Selat Jawa-Batavia-Jawa Barat. Peta ini diuraikan lagi sampai terkecil dan sesuaikan dengan latar tahun.

Kedua, riset dan observasi. Terutama jika tidak pernah ke tempat atau ke zaman yang kita tulis. Seperti pada Babad Kopi Parahyangan dengan latar tahun 1869.

Ketiga, semakin kita mengenal setting yang kita tulis, semakin meyakinkan pembaca. Masukkan detail seperti flora dan faunanya.

  1. Riset dan Observasi

Riset dibagi menjadi 2, yaitu studi pustaka dan riset lapangan. Observasi bisa dilakukan dengan wawancara narasumber.

Memilah hasil riset dan observasi. Pilih hasil riset yang paling relevan dengan cerita. Jika saat studi pustaka, kita menemukan banyak versi tentang suatu objek, pilih yang menurut kita benar terutama menyangkut sejarah. Jangan takut karena fiksi bisa menawarkan sejarah.

 

Sumber:

Bincang buku bersama Evi Sri Rezeki di grup IIDN pada 1 April 2020

Fitria Rahma
Latest posts by Fitria Rahma (see all)
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *