Ketika duduk di bangku sekolah, memperluas jaringan pertemanan merupakan kegemaranku. Dari mulai teman sekelas hingga teman luar sekolah yang bertemu di acara sekolahpun bisa menjadi teman. Dari yang bermula di tempat kursus sampai akhirnya jadi sering bolos kursus bersama. Ketika orang mengenalku, mereka melihat orang yang menyukai interaksi dengan orang lain.
Seiring berjalannya waktu, bertambah umur membuatku jadi selektif memilih pertemanan. Orang-orang yang ku ijinkan masuk ke lingkaran pribadiku semakin berkurang. Tidak sedikit mereka yang dulu jadi orang nomer satu di hidupku berubah perlahan menjadi orang asing yang menyimpan banyak rahasiaku. Ada beberapa pertemanan yang meluntur beriringan dengan semakin jarangnya kami bertemu, ada pula yang berakhir dengan kesalah-pahaman yang tidak ingin aku luruskan.
Diantara cerita persahabatan yang aku punya, ada satu yang ku harap bisa bertahan selamanya. Namanya nissa. Dari dia aku belajar bahwa menjadi baik adalah sebuah pilihan yang tidak perlu dirubah hanya karena ada orang yang jahat pada kita, dari dia aku belajar kesempatan kedua selalu ada. Nissa bukan sahabat pertamaku, tapi dia orang pertama yang akan menegurku ketika aku melakukan kesalahan tanpa perlu memojokkanku, dia orang pertama yang akan memelukku ketika aku kehabisan tenaga untuk menguatkan diriku sendiri.
Kami tidak tumbuh beriringan. Ada kalanya kami menjauh begitu lama hingga lupa rasanya bercerita. Tapi ketika waktu itu adalagi, canggung tidaklah menjadi teman. Persahabatan kami terasa begitu menyenangkan, mengalir seperti sudah seharusnya. Pertengkaran tidak menjadi alasan untuk saling menjauh, saling mendiamkan bukan berati tidak lagi saling bicara. Kami selalu punya cara sendiri untuk saling mengasihi tanpa terasa mengikat.
Kini kami sudah dewasa, sudah beranak satu dan hidup dengan pilihan masing-masing. Nissa masih jadi tempat cerita yang sering ku repotkan, segala keluh kesahku bertumpuk disana. Aku masih jadi tempat penawar untuk lelahnya sebagai ibu baru. Perbedaan pendapat tidaklah menjadi masalah ketika selalu ada jalan tengah yang bisa kami putuskan bersama.
Satu yang ku pelajari dari hubungan yang kami miliki, bahwa sahabat tidak akan selalu mendukung yang kamu lakukan. Kehadiran mereka bukan sebagai pendukung buta yang tidak bisa mengingatkanmu kala kamu melakukan kesalah. Mereka adalah yang hadir memberikan peringatan lembut tanpa menuduh, yang meluangkan waktu untuk sekedar mendengar cerita lewat whatsapp, yang mau mengerti meski sering berbeda.
- Dia yang ku sebut sahabat. - 06/07/2020
Masya Allah. Iya bener juga. Sahabat itu bukan orang yang mendukung secara brutal meskipun kita salah. Seharusnya memang menegur dan memperlihatkan kesalahan kita secara lembut.