Keamanan pangan menjadi kebutuhan fundamental bagi kesehatan masyarakat. Konsumsi pangan sehari-hari tidak hanya soal bagaimana rasa, gizi, dan kenikmatan, tetapi juga soal memastikan bahwa pangan tersebut bebas dari bahaya yang bisa menimbulkan efek buruk, baik secara langsung maupun jangka panjang. Tiga kategori bahaya utama ialah: bahaya biologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik. Di Indonesia, BPOM secara rutin mencatat banyak kasus nyata yang menggambarkan risiko-risiko tersebut.
Tiga Risiko Pangan dan Contoh Kasus di Indonesia
1. Bahaya Biologi
Bahaya biologi berasal dari mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, dan jamur. Contoh efeknya adalah keracunan makanan (food poisoning), diare, infeksi, bahkan kerusakan organ bila toksin disekresikan oleh mikroba tertentu.
Contoh kasus di Indonesia
- BPOM mencatat bahwa pada tahun 2025, terdapat 17 kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) di 10 provinsi. Politik Indonesia+2detikHealth+2
- Dalam penyelidikan untuk KLB tersebut, penyebab yang diidentifikasi termasuk kontaminasi pada bahan mentah, lingkungan pengolahan yang tidak memadai, dan penjamahan makanan. detikHealth
Kejadian-kejadian ini menunjukkan bahwa kontrol terhadap proses pengadaan bahan mentah, sanitasi lingkungan, pengelolaan suhu, serta higiene pekerja sangat penting untuk mencegah bahaya biologi.
2. Bahaya Kimia
Bahaya kimia muncul ketika zat-berbahaya kimiawi (baik alami maupun buatan) masuk ke dalam pangan, misalnya pestisida, logam berat, residu obat atau bahan tambahan pangan yang tidak sesuai standar, atau kontaminan seperti formalin, boraks, zat pewarna berbahaya, dan pelarut toksik. Efeknya bisa akut (keracunan langsung) atau kronik (kanker, gangguan saraf, ginjal, hati, dan lain-lain).
Contoh kasus di Indonesia
- Dalam pengawasan produk takjil menjelang Ramadhan 2024, BPOM menemukan sejumlah produk yang mengandung bahan berbahaya. Beberapa jajanan takjil dinyatakan tak layak konsumsi karena kandungan zat terlarang. Kompas
- Kasus produk tanpa izin edar (TIE) dan kedaluwarsa juga menunjukkan hubungan dengan bahaya kimia, karena distribusi atau penyimpanan yang tidak tepat bisa menyebabkan degradasi zat kimia, tumbuhnya mikroba, atau akumulasi racun. Misalnya, dalam temuan BPOM selama Ramadhan 2024, dari 2.208 sarana yang diperiksa, ditemukan produk TIE, kedaluwarsa, rusak, dan takjil mengandung bahan dilarang. Ramadhan Antara News+1
- Kasus keracunan obat sirup tahun-sebelumnya yang melibatkan pelarut berbahaya (ethylene glycol dan diethylene glycol) juga masuk dalam sorotan BPOM sebagai contoh bahaya kimia dari bahan tambahan atau kontaminan dalam produk konsumsi. Reddit+1
3. Bahaya Fisik
Bahaya fisik berarti adanya benda asing dalam pangan—pecahan kaca, logam, plastik, potongan kayu, batu, tulang, rambut, atau benda lainnya. Walaupun tidak bersifat racun, bahaya fisik bisa menyebabkan cedera (tercekik, luka pada mulut atau saluran pencernaan, bahkan infeksi bila benda tersebut membawa mikroba).
Contoh kasus di Indonesia
- • Dalam laporan BPOM terkait kasus keracunan MBG disebutkan bahwa selain kontaminasi kimia dan biologi, terdapat temuan bahwa bahan atau makanan sudah basi atau tidak layak karena kerusakan fisik (misalnya bau, perubahan tampilan atau rasa) pada sayur atau lauk sebelum diedarkan. Misalnya satu laporan menyebut bahwa sayur basi ditemukan dalam persiapan makanan gratis sebelum sempat disajikan, sehingga dicegah untuk didistribusikan.
- Produk pangan rusak juga termasuk bahaya fisik secara tidak langsung: rusaknya kemasan, penyok, bocor, retak dalam kaleng atau botol bisa memungkinkan benda asing/ kontaminan luar masuk. Temuan BPOM: produk pangan rusak (misalnya ikan kaleng, mi, produk susu UHT, krimer) di berbagai wilayah, terutama wilayah Timur Indonesia, sebagai bagian dari TMK (Tidak Memenuhi Ketentuan). FORTUNE Indonesia+2Ramadhan Antara News+2
Data Resmi dari BPOM: Angka-Angka Terkini
Berikut beberapa data resmi untuk memperkuat pemahaman tentang skala masalah pangan tidak aman di Indonesia:
Implikasi dan Rekomendasi
Dari data tersebut, terlihat bahwa pangan tidak aman masih beredar dalam jumlah signifikan di masyarakat. Implikasi-nya antara lain:
- Kesehatan masyarakat: kasus akut keracunan, gangguan pencernaan, penyakit kronik bila bahan kimia berbahaya terakumulasi.
- Kepercayaan publik: konsumen bisa kehilangan kepercayaan terhadap produk lokal atau makanan yang disediakan pemerintah, terutama dalam program seperti MBG.
- Kerugian ekonomi: produk yang ditarik, rusak, limbah; pemusnahan; potensi litigasi atau ganti rugi kalau terjadi kerusakan pada konsumen.
Untuk mengurangi risiko, beberapa rekomendasi:
- Penguatan pengawasan pre-market dan post-market, termasuk sampling acak untuk bahan mentah, produk jadi, dan distribusi.
- Peningkatan kapasitas bumi usaha kecil/menengah (UKM) agar memahami standar keamanan pangan, bahan tambahan, serta cara penyimpanan dan distribusi yang benar.
- Fasilitas dan infrastruktur penyimpanan yang baik, terutama di wilayah kepulauan dan Indonesia Timur, agar rantai distribusi tidak membuat produk mudah rusak, kedaluwarsa, atau kena kontaminasi.
- Edukasi masyarakat konsumen agar mereka bisa mengenali produk ilegal, kedaluwarsa, rusak, atau mencurigakan, serta melaporkan ke BPOM atau instansi terkait.
- Kolaborasi antar lembaga (lintas sektor): BPOM, dinas kesehatan, dinas perdagangan, pelabuhan, Bea & Cukai, kepolisian.
- Peraturan dan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran bahaya pangan, baik itu izin edar, penggunaan bahan kimia terlarang, kontaminasi fisik, dan distribusi produk rusak.
Kesimpulan
Pangan yang aman bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Risiko bahaya biologi, kimia, dan fisik selalu mengintai jika standar keamanan pangan tidak ditegakkan secara konsisten. Data BPOM menunjukkan bahwa di Indonesia produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan masih banyak ditemukan, baik dari sisi izin edar, kedaluwarsa, keadaaan fisik produk, hingga kandungan zat berbahaya.
Oleh karena itu, diperlukan upaya nyata dari pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk memastikan setiap pangan yang diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi adalah pangan yang aman, bebas dari bahaya.
***
Ditulis oleh Nuri Sujarwati, Pegiat Literasi, Cilandak, Jakarta
- Pangan yang Aman adalah Pangan yang Bebas Bahaya - 23/09/2025
- Lansia Sehat dan Bahagia dengan Aquarobic - 16/09/2025
- Perempuan dan Rumah: Bangkit Lewat Kebun, Kandang, dan Tulisan - 09/09/2025