Perubahan Iklim dan Ancaman Kekeringan, Ini Fakta dan Upaya Pencegahannya

IIDN – Perubahan iklim begitu nyata dan terasa, bahkan sudah ada di depan mata. Bencana kekeringan seringkali melanda, sulitnya prediksi cuaca dan banyak hal lainnya. Ahh ada apa dengan kita sebagai manusia ? Sibuk menggerakan ekonomi hingga lupa pada bumi.

Perubahan Iklim dan Faktanya

Sumber gambar : freepik

Merasakan terik panas di pagi hingga siang lalu berubah menjadi mendung dan hujan hingga keesokan harinya bukan hal yang baru lagi rasanya. Bahkan di beberapa tempat, curah hujan begitu tidak merata. Satu daerah mengalami curah hujan tinggi, di daerah lain mengalami terik panas matahari. Padahal jaraknya tidak begitu jauh, inilah tandanya perubahan iklim sudah terjadi.

Air adalah satu komponen penyokong kehidupan, dikatakan di mana ada air di situ ada kehidupan. Lalu bagaimana jika kuantitas dan kualitas air menurun ? Air tak bisa disamakan dengan komoditi lainnya yang bisa dengan mudah di import atau di fortifikasi. Karena air diproduksi oleh alam dan memiliki siklusnya sendiri. Satu-satunya yang mungkin dilakukan demi melestarikan air adalah mengubah sudut pandang kita juga pemerintah terhadap air, air perlu dilindungi.

Perubahan iklim mau tidak mau berpengaruh pada air, seperti yang tadi sudah dituliskan. Betapa sulit memprediksi cuaca hari ini, sebentar panas sebentar hujan. Di satu daerah dilanda kekeringan, daerah lainnya kebanjiran. Belum pemanasan global yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut.

Bahkan berdasarkan data yang dihimpun oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia kehilangan setidaknya 26 pulau secara fisik. Jika pemanasan global dan perubahan iklim tak diatasi, bukan tidak mungkin perkiraan mengenai di tahun 2030 akan hilang sekitar 2000 an pulau di Indonesia akan terjadi. Seiring dengan itu bencana alam karena perubahan iklim pun mungkin akan semakin marak terjadi.

Di satu sisi kekhawatiran naiknya permukaan air laut, di sisi lain bencana kekeringan mengintai. Ini terang saja membuat hati sedih, terlebih dikatakan ketersediaan air di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara akan semakin langka hingga tahun 2030. Hal ini tertera dalam catatan Rencana Pembangunan Menengah Nasional 2020 – 2024 yan dikeluarkan Bappenas. Pun prediksi krisis air yan mengancam hampir 10% wilayah di Indonesia. Belum lagi kualitas air yang menurun, hal ini lai-lagi merupakan dampak terjadinya perubahan iklim.

Antisipasi Bencana Kekeringan, Begini Kata Narasumber di Ruang Publik KBR

Mendengarkan siaran #RuangPublikKBR 22 mei 2020 lalu, di pandu oleh Don Braddy dari KBR dengan narasumber Muhammad Reza dari Koordinator Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air ( KruHA ) dan Kelompok masyarakat peduli air dari Yayasan Air Kita Jombang, Jawa Timur, Cak Purwanto.

Dalam sessi tersebut dipaparkan secara singkat problem krisis air yang tengah terjadi, terutama bencana kekeringan yang setidaknya dipengaruhi oleh 3 faktor :

  • Perubahan iklim
  • Geologi
  • Ulah oknum perusak lingkungan

 

Setidaknya kita harus berupaya agar perubahan iklim tak jadi kian ekstrim, di sisi lain gerakan kesadaran mengenai pelestarian air giat dilakukan. Seperti yang dilakukan oleh Cak Purwanto dari Yayasan Air Kita Jombang, yang melakukan penyuaraan pelestarian air lewat berbagai macam kegiatan budaya dan agama seperti shalawatan air hujan. Pemanfaatan air hujan menjadi air minum, hal ini disadari penuh oleh beliau mengingat Jombang mengalami krisis air di musim kemarau panjan. Dan menampung air hujan untuk menjadi air minum tentu menjadi salah satu solusi nyata.

Perubahan Cara Pandang Terhadap Pelestarian Air

Sumber : pexels.com

Mendengarkan dengan seksama pemapasan dari Muhammad Reza terkait bagaimana seharusnya pengendalian air, merupakan PR panjang. Bahwa green lifetsyle saja tidak cukup, secara luas kita perlu mengubah pandangan kita terhadap air itu sendiri.

Bukan tanpa alasan, ini karena perubahan iklim yang mengakibatkan bencana kekeringan adalah ulah campur tangan manusia yang merubah bentang alami, merusak daerah DAS, maraknya pola pembanunan demi ekonomi namun tidak seimban dengan penyeimbangan alamiah, hilangnya daerah ramah air dan adanya penambangan air.

Lalu apa saja yang bisa dilakukan ?

Partisipasi kecil kita untuk bumi bisa begitu berarti, Bu

Ini tentu PR kita bersama ya, tak terbayang jika krisis air dan bencana kekeringan benar-benar terjadi. Dirangkum dari diskusi Rung Publik tersebut, begini upaya yang bisa dilakukan.

  • Gerakan menampung air hujan untuk air minum, karena dari segi kualitas air hujan kini lebih baik daripada air tanah
  • Perlu sinergi semua pihak, dengan adanya sinergi berkesinambungan tentu ada harapan pemerintah akan ikut andil dalam pelestarian air
  • Bijak menggunakan air bagi kehidupan sehari-hari
  • Melakukan gerakan biopori, gerakan kecil yang jika dilakukan bersama – sama akan memberikan dampak nyata
  • Gerakan green lifetsyle dan mengurangi pencemaran lingkungan termasuk mengurangi sampah
  • Tidak menyemen pekarangan, membiarkannya menjadi tanah terbuka dan mampu menyerap air ketika hujan

Sejatinya masih banyak lagi yang bisa dilakukan, tapi mari mulai dari diri kita. Mulai dari hal – hal kecil yang mampu kita lakukan. Krisis air dan kekeringan, tentu kita tak ingin ini terjadi.

Berbagi pemikiran yuk tentang mengatasi dan opini terkait krisis air dan upaya penanganannya. Tuliskan dan bagikan pada dunia !

Instagram : @kbr.id

Saya sudah berbagi pengalaman soal climate change. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog “Climate Change” yang diselenggaraakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis”. Syaratnya, bisa Anda lihat di sini:

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *